Oleh : Saifuddin Al Mughniy
Direktur Eksekutif OGIE institute Research and
political Development
***
Bahasa adalah isyarat, gerak dan laku
Yang dalam politik begtu penting yang
Bukan hanya sekedar pada ruang kampanye
Secara substansi komunikasi adalah hal yang biasa
dalam kehidupan masyarakat, bahkan dipandang sesuatu yang tak perlu dipelajari,
sebab secara alamiah manusia telah melakukan komunikasi dengan lingkungannya
sesuai dengan kultur, adat istadat serta perilaku yang dibentuk oleh
lingkungannya dengan bahasanya sendiri.
Akan tetapi dialek, bahasa, intonasi tidak cukup
dipahami sebagai instrumen untuk melakukan komunikasi baik vertikal maupun
horizontal. Tetapi tentu sangat berbeda dengan para “penyiar agama” yang
melakukan komunikasi dengan gaya sederhana, datar, sesuai aturan sebagaimana
yang tergambar dalam kitab masing-masing, bahkan cendrung dogmatis dengan
muatan seruan dan larangan. Namun dalam kajian komunikasi politik tentu
berbeda, sebab ilmu politik selalu memiliki perspektif yang berbeda dengan ilmu
lainnya.
Komunikasi politik bukan sekedar sains ilmu politik,
tetapi komunikasi politik juga adalah hal yang paling urgen dalam kehidupan
berdemokrasi dan proses pencerdasan politik rakyat. Sebab komunikasi politik
tidak sekedar melakukan hubungan komunikasi dua arah antara pihak yang dipilih
dengan pihak yang memilih, tetapi komunikasi politik sangat menentukan produk
politik yang ditawarkan seperti visi dan misi. Sekalipun sebagian orang
menganggap bahwa komunikasi politik selalu saja bias dalam aplikasinya.
Komunikasi politik adalah fungsi penting dalam
sistem politik. Pada setiap proses politik, komunikasi politik menempati posisi
yang strategis. Bahkan, komunikasi politik dinyatakan sebagai “urat nadi”
proses politik. Bagaimana tidak, aneka struktur politik seperti parlemen,
kepresidenan, partai politik, lembaga swadaya masyarakat, kelompok kepentingan,
dan warganegara biasa memperoleh informasi politik melalui komunikasi politik
ini.
Setiap struktur jadi tahu apa yang telah dan akan dilakukan berdasarkan
informasi ini.
Komunikasi politik banyak menggunakan konsep-konsep
dari ilmu komunikasi oleh sebab, ilmu komunikasi memang berkembang terlebih
dahulu ketimbang komunikasi politik. Konsep-konsep seperti komunikator, pesan,
media, komunikan, dan feedback
sesungguhnya juga digunakan dalam komunikasi politik. Titik perbedaan utama
adalah, komunikasi politik mengkhususkan diri dalam hal penyampaian informasi
politik. Sebab itu, perlu terlebih dahulu memberikan definisi komunikasi
politik yang digunakan di dalam tulisan ini.
Potret
Indonesia
R.M. Perloff mendefinisikan komunikasi politik
sebagai proses dengan mana pemimpin, media, dan warganegara suatu bangsa
bertukar dan menyerap makna pesan yang berhubungan dengan kebijakan publik.
Dalam definisi ini, Perloff menjadi media sebagai pihak yang ikut melakukan
komunikasi politik.
Definisi komunikasi politik adalah seluruh proses
transmisi, pertukaran, dan pencarian informasi (termasuk fakta, opini,
keyakinan, dan lainnya) yang dilakukan oleh para partisipan dalam kerangka
kegiatan-kegiatan politik yang terlembaga.
Definisi ini menghendaki proses komunikasi politik
yang dilakukan secara terlembaga. Sebab itu, komunikasi yang dilakukan di rumah
antarteman atau antarsaudara tidak termasuk ke dalam fokus kajian. Meskipun
demikian, konsep-konsep yang dikaji di dalam komunikasi politik sangat banyak,
yang oleh sebab keterbatasan tempat, maka hanya akan diambil beberapa saja.
Untuk lebih memhami bagaimana peran komunikasi
politik yang baik, maka penulis mencoba menggambarkan dalam skema sederhana di
bawah ini :
Proses
Kerja Komunikasi Pun yang Subyektif
Demikian pula, komunikan dapat saja membelokkan
pemahaman atas apa yang disampaikan komunikator. Misalnya, ketika pemerintahan
SBY memberlakukan kebijakan Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang dimaksudkan untuk
mencegah penyalahgunaan uang bantuan, sehingga dapat langsung dirasakan
penerima.
Ini ditanggapi berbeda oleh lawan-lawan politik dan
warganegara yang kontra kebijakan tersebut, yang diwakili dengan pernyataan
“pemerintah Cuma mengalihkan perhatian dari ketidakmampuan mengurangi angka
kemiskinan” dan sejenisnya.
Peran
media media menempati tempat strategis di dalam kajian komunikasi
politik. Terlebih lagi, dunia kini tengah berada di peralihan antara Era
Industrik menjadi Era Informasi. Informasi menjadi komoditi yang “laku” hingga memasuki era postmodernisme dipasarkan
layaknya barang-barang seperti mobil, motor, sepeda, dan air conditioner.
Dalam proses komunikasi pun, media memperoleh
peranan yang semakin signifikan terutama setelah ditemukannya media-media baru
akibat hasil perkembangan teknologi. Seperti media sosial Facebook, Twitter, WhatsAp,
line dan lain sebagainya sebagai bagian dari peran media.
Contoh media adalah surat kabar (misalnya Kompas,
Media Indonesia, Rakyat Merdeka, Republika), televisi (Metro TV, RCTI, SCTV, TV
One, Al Jazeerah, CNN), website (detik.com, kompas-online, tempo-interaktif),
majalah (tempo, gatra), dan masih banyak lagi. Media-media tersebut memiliki
karakteristik berupa keunggulan maupun kelemahannya, dan ini dapat dijelaskan
melalui Teori Medium.
Media Bias. Media bias merupakan kecenderungan media
untuk melakukan pemberitaan secara tidak berimbang. Jika partisan bias dilakukan
oleh komunikator, maka media bias adalah kecenderungan media untuk tidak
memberitakan fakta secara berimbang.
Apa yang disampaikan media akan diserap oleh
komunikan dan memunculkan FeedBack
yang tidak akurat. Fenomena inidapat dilihat adanya gejala bahwa media cendrung
di dominasi kaum pengusaha yang haus kekuasaan, dan bisa dibayangkan ada
beberapa media dimana isinya itu tergantung pesanan dan keinginan pemilik
medianya.
Bahkan ada beberapa media secara tidak sadar telah
melakukan perang politik sesama pemilik media lainnya, sehingga ini
sesungguhnya memberikan efek domino terhadap kehidupan politik kepada rakyat.
Medium Theory. Teori ini menjelaskan tentang alat
yang digunakan sebagai media penyampai pesan punya pengaruh besar atas sifat
dan isi komunikasi manusia. Marshall McLuhan lewat karya penelitiannya The Guttenberg Galaxy (1962)
menceritakan proses perubahan dari komunikasi “oral” menjadi komunikasi
tertulis (cetak).
Revolusi alat cetak ini yang membuat ajaran
Protestantisme menyebar cepat ke seluruh penjuru Eropa. Selain itu, ia juga
menceritakan soal terjadinya peralihan dari komuniasi tercetak menjadi
elektronik. Komunikasi lewat media elektronik ini membuat manusia mampu
memahami dunia secara kolektif sehingga memunculkan apa yang disebutnya sebagai
Global Village (Desa Global).
Efek dari peristiwa “baku-hantam” di parlemen tentu
berbeda, jika dinikmati melalui media yang berbeda. Efek marah, kesal, atau
lucu lebih mudah muncul jika peristiwa tersebut kita saksikan melalui televisi
ketimbang surat kabar. McLuhan menyebut ini sebagai “hot” media dan “cold”
media. Televisi dan media elektronik lagi bersifat “hot” media, sementara surat
kabar bersifat “cold” media.
“Hot media” artinya komunikan harus menggali atau
mampu memperoleh makna lain setelah menyaksikan peristiwa “baku-hantam” melalui
televisi. Sementara itu, jika melalui surat kabar, pemaknaan terbatas pada
kalimat-kalimat yang ditulis wartawan. Variasi makna pada surat kabar dapat
diperoleh jika terdapat image (foto) dan itupun tidak terlalu banyak oleh sebab
keterbatasan tempat.
Media yang Logic. Media Logic adalah konsep yang
mengindikasikan pengaruh media untuk merepresentasikan peristiwa yang kita
sebut sebagai “realitas.” Media sebab itu dapat mengkonstruksi peristiwa dan hasil
rekaannya, setelah dipublikasi, dinyatakan sebagai kenyataan yang sesunggunya.
Contoh dari ini adalah film Pemberontakan G30S/PKI
yang diproduksi pemerintah Orde Baru. Film ini mengkonstruksi peristiwa
“pemberontakan” yang didalangi oleh PKI. Film tersebut terus diputar setiap
tanggal 30 September di Indonesia, setiap tahun. Akhirnya, masyarakat mengira
bahwa itulah kejadian pemberontakan yang sebenarnya.
Media logic ini dipertentangkan dengan Party Logic, sebagai pola yang lebih
“tua”. Party logic adalah konstruksi
realitas oleh partai politik melalui penerbitan partai, seperti surat kabar,
majalah, ataupun pamflet. Kini, party
logic mendapat desakan yang kuat dari media, yang sebagian besar dimiliki
oleh para pengusaha. Konstruksi realitas sebab itu semakin sulit untuk
dikendalikan oleh partai politik.
Bahkan ada bebrapa novel yang diproduksi jadi film
seperti film Laskar Pelangi, memang film ini berlatar pendidikan, namun
realitasnya sekolah muhammadiyah Gantong yang ada di Belitung justru hanya menjadi
tempat bu realitasnya.buang hajat binatang, begitu amis dan bau. Sehingga saya
menilai bahwa media melakukan upaya mengkonstruksi realitas dengan cerita yang
apik dengan latar belakang yang sederhana, dengan suguhan yang menarik tetapi
tidaklah sama dengan
Editorial. Editorial adalah pokok-pokok pikiran yang
dibuat oleh dewan redaksi suatu media di dalam setiap edisi penerbitan. Surat
kabar seperti Kompas memuatnya dalam kolom Tajuk Rencana dan Kartunnya.
Editorial ini menjelaskan posisi media dalam isu-isu penting suatu penerbitan.
Metro TV (pemberitaan elektronik) memuat Editorialnya setiap pagi hari, yang
berisikan pokok-pokok masalah yang harus dicermati dan mengajak masyarakat
berpikir akan masalah tersebut.
Pesan
Politik dikandungnya
Pesan politik adalah isu-isu yang disampaikan
komunikator kepada komunikan. Diyakini bahwa komunikator politik selalu
“merekayasa” pesan politik sebelum itu disampaikan kepada komunikan. Artinya,
suatu pesan tidak pernah dibuat secara sembarang oleh sebab seluruh komunikator
percaya selalu ada FeedBack dalam
setiap komentar mereka. Penentuan isu ini berkait dengan konsep-konsep
Manajemen Isu dan Kepemilikan Isu.
sehingga dalam politik, kemasan isu begitu sangat
berpengaruh terhadap pesan politik yang disampaikan. Sebab, cara berkomunikasi
itu adalah hal yang paling mendasar dalam memberikan pengaruh terhadap audence
di dalam mengelaborasi pemikiran serta muatan yang akan dijual dalam konsep visi
dan misi di dalam kontekstasi politik yang ada.
Walaupun harus dipahami bahwa setiap pemimpin
politik memiliki cara berkomunikasi yang berbeda satu sama lainnya. Soekarno
tentu sangat berbeda cara komunikasi politiknya dengan sekian banyak pemimpin
dunia maupun pemimpin di negeri ini.
Oleh karena itu, pesan yang disampaikan bukan
sekedar menyuguhkan apa yang ditawarkan tetapi adalah sangat penting meyakinkan
tentang apa yang kita pikirkan.
*** dan
pemimpin minimal memiliki itu
EmoticonEmoticon