Thursday 23 June 2016

Batu "Ntanda Rahi" Sebuah Cerita Rakyat

Tags



Oleh: Suradin S,S
Mahasiswa Pasca Sarjana UNM
Tahun 2008 silam, Himpunan mahasiswa Jurusan Ilmu sejarah Universitas Hasanuddin Makassar, melakukan penelitian objek kajian sejarah (POKSA) di Bima. Kegiatan ini dengan mengusung tema menelusuri hubungan kerajaan Bima dan Makassar. Adapun salah satu aitem kegiatannya yakni seminar di ASI Bima. Dalam seminar ini dihadiri oleh banyak peserta dari berbagai kalangan, baik mahasiswa, pejabat setempat maupun organisasi kepemudaan di kota Bima dan sekitarnya. 

Adapun yang menjadi pemateri pada seminar tersebut yakni Ibu Siti Maryam Salahuddin (Budayawan Bima), M. Hilir Ismail (Sejarawan Bima) dan Dr. Bambang Sulistyo (Ketua Jurusan Ilmu Sejarah Unhas). Penulis sendiri mendapat kesempatan menjadi moderator pada seminar tersebut. Pada kesempatan tersebut, Bambang Sulistyo mengungkap makna dan maksud cerita rakyat Bima Dompu  tentang Wadu Ntanda Rahi. Menurutnya, Wadu Ntanda Rahi merupakan simbolisasi dari semangat merantau orang Bima Dompu untuk menjelajahi negeri seberang. Semangat merantau ini dapat dilihat dua hal yakni mencari nafkah dan menuntut ilmu di negeri orang. 

Semangat ini masih dapat dilihat dalam konteks kekenian, dimana orang Bima Dompu yang menyambangi Malaysia dan Kalimantan hanya untuk mencari rezeki yang lebih, yang mungkin sedikit peluang untuk didapatkan di kampung halaman. Hal serupa seakan sejalan dengan pemuda dan pemudi dikedua kabupaten ini, kota sekaliber Makassar dan Mataram, tidak cukup sulit menemukan mereka yang menimba ilmu di kedua kota tersebut.

Angin laut langsung menyapaku tanpa diminta. Tak jauh dari tempatku berdiri, terlihat jelas sebuah batu yang sedikit meninggi dari yang lain menghadap ke laut di ujung sana. Wadu Ntanda Rahi begitulah orang mengenalnya. Sebuah batu yang memiliki cerita yang masih hidup hingga kini, dan terekam jelas dalam memori kolektif masyarakat setempat. Sebuah cerita, bahwa di masa lalu ada seorang istri bersama anaknya yang berdiri di tepi pantai sambil memadang suaminya yang sedang pergi berlayar. Namun, karena kelamaan berdiri dan merasa sedih ditinggal pergi oleh suaminya, kemudian tiba-tiba ombak menghempasnya kemudian jadilah ia menjadi batu bersama anaknya. 

Sepintas lalu, jika diamati batu ini tidak benar-benar seperti manusia. Bahkan tidak jauh berbeda dengan batu-batu di sekelilingnya. Hanya saja yang membedakannya yakni dia agak lebih tinggi dari pada yang lain. Sehingga biar dari kejauhan, orang dapat melihatnya walaupun air laut sedang tak surut. 

Cerita Wadu Ntanda Rahi adalah merupakan salah satu cerita rakyat Kecamatan Hu’u yang masih hidup hingga kini. Walaupun cerita ini belum banyak yang mengetahui apa makna dan maksud dari cerita ini sesungguhnya. Atau mungkin orang tidak menganggap penting apa sesungguhnya yang ingin jelaskan dari cerita tersebut. 

Angin laut masih setia menyapa dan menemaniku di sore ini. Lalu lalang kendaraan yang melintas tak sedikitpun aku terusik. Suasana yang begitu bersahabat sembari menyaksikan sunset nan indah di ufuk timur. Perahu nelayan yang bersemi di tepi pantai menambah suasana sore ini menjadi tambah bermakna. Aku bersyukur masih bisa tinggal di sebuah kampung yang memiliki laut yang biru, gunung yang hijau serta sawah yang nan indah.

1 komentar so far

De penelusurannya mana yah, ka lengkap ku cerita ke nih. Aina bikin kayak mau bikin cerpen, to the point aja kayak nulis opini dengan fakta2 pendukungnya


EmoticonEmoticon